Allah mentakdirkan adanya keburukan bukan
artinya Allah mencintai keburukan-keburukan yang diciptakanNya, bahkan Allah
benci pada keburukan.
Fatwa Islamweb.net nomor 252112
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah pada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du
Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah pada Rasulullah, keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du
Allah memiliki
hikmah yang sangat agung dalam tiap syariat Islam dan dalam setiap takdirNya
karena itu semua berasal dari ilmu dan hikmah yang kadang kita ketahui dan
kadang tidak kita ketauhi. Dan seorang muslim tidak memiliki kewajiban apa-apa
selain ridha dan pasrah. Allah berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا
قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ
أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan
tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan
kesesatan yang nyata.”
Jika seorang
muslim telah ridha dan pasrah (pada ketetapan Allah) maka tidak masalah jika
dia mencari hikmah (di balik takdir dan syariat Allah) supaya iman dan
keyakinannya bertambah sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ
تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ
قَلْبِي
”Dan
ingatlah ketika Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku
bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.’ Allah berfirman, ‘Belum percayakah
engkau?’ Ibrahim berkata, ‘Aku percaya, tetapi agar hatiku mantap.’” (QS.
Al-Baqarah: 260)
Kehidupan ini
adalah negeri ujian, di sinilah Allah menguji para hambaNya dengan kebaikan dan
keburukan. Allah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ
بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang
bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan”(QS.
Al-Anbiya’: 35)
Sebagaimana Dia
menciptakan kebaikan, Dia pulalah yang menciptakan keburukan. Segala sesuatu
yang berada di dalam kerajaanNya tidak akan terjadi kecuali dengan izinNya.
Sebagaimana difirmankan oleh Allah tabaraka wa ta’ala:
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya
segala sesuatu Kami ciptakan sesuai takdirnya.” (QS. Al-Qamar: 49)
Imam Muslim
meriwayatkan di dalam kitab Shahih beliau sebuah riwayat dari Thawus bahwasanya
beliau mengatakan:
Aku menjumpai
sekelompok sahabat Rasulullah dan mereka mengatakan bahwa segala sesuatu itu
terjadi berdasarkan takdir. Aku pula mendengar Abdullah bin Amr mengatakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Segala sesuatu itu terjadi
berdasarkan takdir hingga orang yang lemah dan orang yang cerdas’.”
Hal ini tidak
serta merta bermakna bahwa Allah mencintai keburukan-keburukan yang
diciptakanNya, bahkan Allah benci pada keburukan. Oleh karena itu Allah
melarang dan mengharamkan melakukan perbuatan keji baik lahir maupun batin.
Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ
تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah:
‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang
tidak kamu ketahui’.” (QS. Al A’raf: 33).
Allah juga
berfirman:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا
عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ
أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dan apabila
mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang
kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’.
Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang
keji’. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
(QS. Al A’raf: 28).
Allah ta’ala
telah menciptakan manusia dan melengkapkannya dengan berbagai perangkat
kepahaman seperti pendengaran, penglihatan, dan hati. Allah berfirman:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ
لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
(QS. An Nahl: 78).
Berdasarkan hal
ini, manusia memiliki pilihan antara mengerjakan kebaikan atau kejahatan. Allah
berfirman:
إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا
وَإِمَّا كَفُورًا
“Sesungguhnya
Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir.” (QS. Al Insan: 3)
FirmanNya yang
lain:
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
“(yaitu)
bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus.” (QS. At
Takwir: 28)
Umumnya,
musibah-musibah ini dengan mudah menimpa seseorang manakala dia banyak berbuat
keji dan mencondongkan hatinya kepada hal-hal tersebut sehingga hatinya menjadi
rusak, fitrahnya menjadi merosot, dan selalu menginginkan perbuatan keji.
Dengan begitu, dia telah membuka pintu kejahatan bagi dirinya sendiri. Allah
berfirman:
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Maka
tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka; dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Ash Shaff: 5)
Allah juga
berfirman:
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ
مَرَضًا
“Di dalam
hati mereka ada penyakit lalu Allah tambah penyakit mereka.” (QS. Al
Baqarah: 10)
Jadi,
orang-orang yang terjerumus dalam perilaku homoseks atau pun dalam maksiat
apa saja sebenarnya sedang berada dalam musibah. Maka daripada menjadikan
dirinya tawanan masa lalu dan berlarut-larut memikirkan takdir (padahal dia
tidak berhak beralasan dengan takdir), lebih baik dia menatap masa depannya,
melakukan berbagai upaya memperbaiki diri, memperbanyak merendahkan diri dan
merasa hina di hadapan Allah agar Dia membantunya lepas dari maksiat ini. Dan
Allah adalah Dzat yang Maha Mengabulkan doa orang yang dalam kesulitan dan Maha
Mengangkat bala. Sebagaimana Allah firmankan:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ
السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ
“Atau
siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa
kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia)
sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat
sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. An Naml: 62)
Tidak layak
bagi dirinya untuk berputus asa atau bahkan sekedar mendengarkan omongan para
penggembos semangat. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan semuanya mudah
bagi Allah. Allah berfirman:
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ
بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
“Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya
jalan yang mudah.” (QS. Al Lail: 5-7)
Dia juga
berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ
سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 69)
Jika pada diri
orang tersebut semata terdapat niat kecenderungan penyimpangan seksual (LGBT)
maka tidak ragu lagi bahwa dia tidak sama dengan pelaku hubungan seks yang
menyimpang atau korbannya. Kami tidak yakin ada seorang ulama pun
yang menyamakan antara dua hal ini (orang yang semata berniat dengan yang
benar-benar melakukan –pent.). Hadits-hadits mengenai hukuman sangat jelas
dalam hal ini. Selain itu, amalan hati tidak diberi hukuman pidana.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Imam Muslim dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:
إن الله تجاوز لأمتي ما حدثت به أنفسها ما لم
يتكلموا أو يعملوا به
“Sesungguhnya
Allah memaafkan umatku atas apa yang diniatkan oleh diri mereka selama mereka
tidak mengucapkan atau melakukan apa yang mereka niatkan itu”
Akan tetapi,
wajib untuk menghadang datangnya pikiran-pikiran yang kotor serta meminta
perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk karena terkadang setan
itulah yang mendatangkan pikiran-pikiran kotor itu melalui bisikan-bisikannya.
Akibat bisikan-bisikan setan, hati menjadi terbiasa akan pikiran-pikiran kotor
sehingga orang tadi akhirnya melakukan perbuatan keji ini. Terjadilah hal yang
menimbulkan penyesalan, padahal tidak ada waktu untuk menyesal.
Para ulama
telah menjelaskan bahwa pidana untuk perbuatan zina dan sodomi tidak
teranggap sampai adanya empat orang saksi.
Semisal
syarat-syarat ini tidak harus disebutkan dalam setiap fatwa karena sudah
merupakan hal yang dimaklumi bersama. Pun, hukuman pidana hanya berhak
ditegakkan oleh penguasa dan tidak boleh ditegakkan atas seseorang kecuali jika
telah pasti dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dia telah melakukan zina. Juga
tidak wajib bagi siapa saja yang telah melakukan zina untuk mengangkat
perkaranya kepada hakim agar dia diberi pidana. Namun, yang lebih utama baginya
adalah bertobat dan tidak membuka aibnya.
Kita meminta
kepada Allah agar memberikan keselamatan kepada seluruh kaum muslimin dari
segala bala. Betapa bagusnya apa yang diajarkan Rasulullah kepada kita dalam
zikir pagi dan sore. Ibnu Umar mengatakan, “Rasulullah tidak pernah
meninggalkan doa berikut ketika sore dan ketika pagi:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ
فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ
وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ اللَّهُمَّ اسْتُرْ
عَ وْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ،
وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ،
وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
Allahumma innii
as-alukal ‘afwa wal ‘aafiyah fid dunyaa wal aakhiroh. Allahumma innii as-alukal
‘afwa wal ‘aafiyah fii diinii wa dun-yaya wa ahlii wa maalii. Allahumas-tur
‘awrootii wa aamin row’aatii. Allahummahfazh-nii mim bayni yadayya wa min
kholfii wa ‘an yamiinii wa ‘an syimaalii wa min fawqii wa a’udzu bi ‘azhomatik
an ughtala min tahtii.
‘Ya Allah,
aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah,
aku memohon kepadaMu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku,
keluargaku, dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan amankanlah aku rasa
takut, jagalah aku dari arah depan arah belakangku, dari arah kanan dan kiriku,
dan dari atasku. Aku berlindung dengan kebesaranMu agar aku tidak
dibinasakan dari arah bawahku.’”
Waki’
mengatakan, “Maksudnya (dibinasakan dari arah bawah) adalah ditenggelamkan
ke bumi”.
Perlu
diperhatikan bahwa dengan tidak membuka diri sebagai orang yang memiliki
kecenderungan homoseks, ini akan menjaga pelakunya dari banyak kejelekan dan
menghilangkan dosa yang besar dari dirinya. Sehingga terdapat kebaikan dunia
dan akhirat dengan tidak mengumbar aib homoseks. Dan barangsiapa yang mengumbar
aibnya sendiri, maka jangan salahkan siapa-siapa selain dirinya sendiri. Imam
al Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkah sebuah hadits dari Salim bin Abdullah
bahwa beliau mengatakan telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap umatku akan diampuni
kecuali orang-orang yang mengumbar aib dosanya. Sungguh termasuk sikap
mengumbar aib semisal seseorang mengerjakan suatu perbuatan jelek di malam hari
lalu di pagi harinya, dalam keadaan Allah telah menutupi perbuatan jeleknya
itu, dia berkata pada temannya, ‘Wahai fulan, tadi malam aku melakukan ini dan
itu’ Padahal Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi dia singkap tutup
yang Allah telah berikan itu di pagi hari.”
Demikian karena
sikap mengumbar aib sendiri merupakan tanda tidak peduli dan sikap acuh tak
acuh terhadap dosa baik dengan ucapan atau perbuatan. Oleh karena itu, dosanya
pun menjadi bertambah besar.
Wallahu a’lam
***
Penerjemah:
Miftah Hadi Al Maidani
Artikel
Muslim.or.id
0 comments:
Post a Comment
kritik dan saran dari anda selalu kami nantikan.