Aku paham bahwa kondisi ekonomi memang sedang tidak mudah. Aku juga sadar bahwa mungkin tak mudah juga bagimu untuk mengatakan kamu ingin meminjam uang dariku. Aku pikir kamu sudah benar-benar terdesak pada saat itu.
Karena itu meski sedikit, aku berusaha untuk membantumu. Tak sebanding mungkin dengan beban yang harus kamu tanggung. Meski begitu percayalah aku memang ingin membantu. Tapi kemudian ada hal-hal yang aku rasa kamu perlu tahu.
Seperti sebelum-sebelumnya, kita saling bertukar kabar. Demikian juga yang terjadi setelah Peristiwa pinjam uang itu. Aku hanya ingin tahu kabarmu. Namun sayang, kamu selalu mengakhirinya dengan kata-kata “Duit kamu besok ya”. Aku merasa hubungan kita tak lagi sebagai kawan. Tapi sebagai tukang tagih.
Kamu yang menetapkan durasinya, bukan aku. Tapi kamu seolah menghindar ketika aku bertanya tentang utang itu satu bulan kemudian. Entah kenapa kamu justru jadi sulit dihubungi, tak seperti kemarin-kemarin.
Aku juga bukan orang yang sangat berada. Kondisi status sosial ekonomi kita kurang lebih setara. Ketika saat itu kondisimu kurang beruntung, aku bisa paham. Karena itu pahamilah saat ini mungkin aku juga sedang membutuhkan uang yang kamu pinjam itu.
Aku pikir persahabatan kita tak layak dipertaruhkan untuk urusan uang ini. Aku ikhlaskan uang pinjam itu menjadi milikmu. Anggaplah itu pemberian kecil dari kawan lamamu yang memahami betapa sulitnya himpitan hidup saat ini. Bisakah kita kembali berteman?
Bukan aku tak mau membantumu. Tapi aku belajar dari yang sudah lalu. Rasanya cukup aku tak bisa membantumu lagi.
0 comments:
Post a Comment
kritik dan saran dari anda selalu kami nantikan.