Dalam beberapa iklan televisi, kita bisa melihat cara minum yang sangat
jauh dari syariat islam, misalnya minum sambil berdiri, berlari, dan
lain sebagainya. Bagaimana dengan Anda, apakah minum sambil berdiri
sudah menjadi kebiasaan Anda sehari-hari?jd,bagaimana kah pandangan islam dengan hal tersebut?dan apakah ada dampak buruk bagi kesehatan ?silahkan baca artikel ini,semoga bermanfaat bagi kita.
MENURUT ISLAM
setelah mengkaji dan melihat serta menimbang dalil ternyata dapat
disimpulkan bahwa minum dan makan sambil berdiri sah-sah saja, artinya
boleh. Karena dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil berdiri dan keadaan lain sambil duduk. Intinya, ada kelonggaran dalam hal ini. Tetapi
afdholnya dan
lebih selamat adalah sambil duduk.
Kami awali pembahasan ini dengan melihat beberapa dalil yang
menyebutkan larangan makan dan minum sambil berdiri, setelah itu dalil
yang menyebutkan bolehnya. Lalu kita akan melihat bagaimana sikap para
ulama dalam memandang dalil-dalil tersebut.
Dalil Larangan
Dari Anas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا
“
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh melarang dari minum sambil berdiri.” (HR. Muslim no. 2024).
Dari Anas
radhiyallahu ‘anhu pula, ia berkata,
عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ قَائِمًا
“
Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana beliau melarang
seseorang minum sambil berdiri.” Qotadah berkata bahwa mereka kala itu
bertanya (pada Anas), “Bagaimana dengan makan (sambil berdiri)?” Anas
menjawab, “Itu lebih parah dan lebih jelek.” (HR. Muslim no. 2024).
Para ulama menjelaskan, dikatakan makan dengan berdiri lebih jelek
karena makan itu membutuhkan waktu yang lebih lama daripada minum.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَشْرَبَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمْ قَائِمًا فَمَنْ نَسِىَ فَلْيَسْتَقِئْ
“
Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kalian minum sambil berdiri. Apabila dia lupa maka hendaknya dia muntahkan.” (HR. Muslim no. 2026)
Dalil Pembolehan
Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu anhuma berkata,
سَقَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ زَمْزَمَ فَشَرِبَ قَائِمًا
“
Aku memberi minum kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari air zam-zam, lalu beliau minum sambil berdiri.” (HR. Bukhari no. 1637 dan Muslim no. 2027)
Dari Ibnu ‘Umar
radhiyallahu anhuma, ia berkata,
كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ نَمْشِى وَنَشْرَبُ وَنَحْنُ قِيَامٌ
“
Kami dahulu pernah makan di masa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sambil berjalan dan kami minum sambil berdiri.” (HR. Tirmidzi no. 1880 dan Ibnu Majah no. 3301. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih). Dalil ini bahkan menyatakan makan sambil berjalan.
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَشْرَبُ قَائِمًا وَقَاعِدًا
“
Aku pernah melihat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- minum sambil berdiri, begitu pula pernah dalam keadaan duduk.” (HR. Tirmidzi no. 1883 dan beliau mengatakan hadits ini
hasan shahih)
Menyikapi Dalil
Al Maziri
rahimahullah berkata,
قَالَ الْمَازِرِيّ : اِخْتَلَفَ النَّاس فِي هَذَا ، فَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى الْجَوَاز ، وَكَرِهَهُ قَوْم
“Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini. Jumhur
(mayoritas) ulama berpendapat boleh (makan dan minum sambil berdiri).
Sebagian lainnya menyatakan makruh (terlarang).” (Lihat Fathul Bari, 10:
82)
Ibnu Hajar Al Asqolani
rahimahullah berkata,
بَلْ الصَّوَاب أَنَّ النَّهْي
فِيهَا مَحْمُول عَلَى التَّنْزِيه ، وَشُرْبه قَائِمًا لِبَيَانِ
الْجَوَاز ، وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ نَسْخًا أَوْ غَيْره فَقَدْ غَلِطَ ،
فَإِنَّ النَّسْخ لَا يُصَار إِلَيْهِ مَعَ إِمْكَان الْجَمْع لَوْ ثَبَتَ
التَّارِيخ ، وَفِعْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَيَانِ
الْجَوَاز لَا يَكُون فِي حَقّه مَكْرُوهًا أَصْلًا ، فَإِنَّهُ كَانَ
يَفْعَل الشَّيْء لِلْبَيَانِ مَرَّة أَوْ مَرَّات ، وَيُوَاظِب عَلَى
الْأَفْضَل ، وَالْأَمْر بِالِاسْتِقَاءَةِ مَحْمُول عَلَى الِاسْتِحْبَاب ،
فَيُسْتَحَبّ لِمَنْ شَرِبَ قَائِمًا أَنْ يَسْتَقِيء لِهَذَا الْحَدِيث
الصَّحِيح الصَّرِيح ، فَإِنَّ الْأَمْر إِذَا تَعَذَّرَ حَمْله عَلَى
الْوُجُوب حُمِلَ عَلَى الِاسْتِحْبَاب
“Yang tepat adalah larangan Nabi –
shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenai minum sambil berdiri dibawa ke makna
makruh tanzih. Sedangkan dalil yang menyatakan beliau minum sambil berdiri menunjukkan bolehnya. Adapun yang mengklaim bahwa adanya
naskh (penghapusan hukum) atau semacamnya, maka itu keliru. Tidak perlu kita beralih ke
naskh (penggabungan dalil) ketika masih memungkinkan untuk menggabungkan dalil yang ada meskipun telah adanya
tarikh (diketahui dalil yang dahulu dan belakangan). Perbuatan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
sambil berdiri menunjukkan bolehnya karena tidak mungkin kita katakan
beliau melakukan yang makruh. Beliau kadang melakukan sesuatu sekali
atau berulang kali dalam rangka untuk menjelaskan (suatu hukum). Dan
kadang beliau merutinkan sesuatu untuk menunjukkan
afdholiyah
(sesuatu yang lebih utama). Sedangkan dalil yang memerintahkan untuk
memuntahkan ketika seseorang minum sambil berdiri menunjukkan perintah
istihbab
(sunnah, bukan wajib). Artinya, disunnahkan bagi yang minum sambil
berdiri untuk memuntahkan yang diminum berdasarkan penunjukkan tegas
dari hadits yang shahih ini. Karena jika sesuatu tidak mampu dibawa ke
makna wajib, maka dibawa ke makna
istihbab (sunnah).”(Fathul Bari, 10: 82)
Imam Nawawi
rahimahullah menjelaskan,
وَالصَّوَاب فِيهَا أَنَّ
النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه . وَأَمَّا شُرْبه
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ ، فَلَا
إِشْكَال وَلَا تَعَارُض
“Yang tepat dalam masalah ini, larangan minum sambil berdiri dibawa ke makna
makruh tanzih (bukan haram). Adapun hadits yang menunjukkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
minum sambil berdiri, itu menunjukkan bolehnya. Sehingga tidak ada
kerancuan dan pertentangan sama sekali antara dalil-dalil yang ada.”
(Syarh Muslim, 13: 195)
Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata,
وَقَدْ أَشْكَلَ عَلَى بَعْضهمْ
وَجْه التَّوْفِيق بَيْن هَذِهِ الْأَحَادِيث وَأَوَّلُوا فِيهَا بِمَا لَا
جَدْوَى فِي نَقْله ، وَالصَّوَاب فِيهَا أَنَّ النَّهْي مَحْمُول عَلَى
كَرَاهَة التَّنْزِيه ، وَأَمَّا شُرْبه قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ ،
وَأَمَّا مَنْ زَعَمَ النَّسْخ أَوْ الضَّعْف فَقَدْ غَلِطَ غَلَطًا
فَاحِشًا . وَكَيْف يُصَار إِلَى النَّسْخ مَعَ إِمْكَان الْجَمْع
بَيْنهمَا لَوْ ثَبَتَ التَّارِيخ ، وَأَنَّى لَهُ بِذَلِكَ وَإِلَى
الْقَوْل بِالضَّعْفِ مَعَ صِحَّة الْكُلّ .
“Sebagian orang bingung bagaimana cara mengkompromikan dalil-dalil
yang ada sampai-sampai mentakwil (menyelewengkan makna) sebagian dalil.
Yang tepat, dalil larangan dibawa ke makna
makruh tanzih.
Sedangkan dalil yang menunjukkan minum sambil berdiri menunjukkan
bolehnya. Adapun sebagian orang yang mengklaim adanya penghapusan
(naskh) pada dalil atau adanya dalil yang
dho’if (lemah), maka itu keliru. Bagaimana mungkin kita katakan adanya
naskh (penghapusan) dilihat dari
tarikh
(adanya dalil yang dahulu dan ada yang belakangan) sedangkan
dalil-dalil yang ada masih mungkin dijamak (digabungkan)? Bagaimana kita
katakan dalil yang ada itu
dho’if (lemah), padahal semua dalil yang menjelaskan hal tersebut shahih? ” (‘Aunul Ma’bud, 10: 131)
Catatan: Sebagian
orang mengatakan bahwa minum air zam-zam disunnahkan sambil berdiri
berdasarkan riwayat-riwayat yang telah disebutkan di atas. Anggapan ini
tidaklah tepat karena Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam minum
zam-zam sambil berdiri menunjukkan kebolehkan saja agar orang tidak
menganggapnya terlarang. Jadi yang beliau lakukan bukanlah suatu yang
sunnah atau sesuatu yang dianjurkan. Sebagaimana dikatakan Al Bajuri
dalam
Hasyiyah Asy Syamail,
وإنما شرب (ص) وهو قائم، مع نهيه
عنه، لبيان الجواز، ففعله ليس مكروها في حقه، بل واجب، فسقط قول بعضهم إنه
يسن الشرب من زمزم قائما اتباعا له
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah minum sambil
berdiri. Padahal di sisi lain beliau melarangnya. Perbuatan minum sambil
berdiri tadi menunjukkan bolehnya. Jadi yang beliau lakukan bukanlah
makruh dari sisi beliau, bahkan bisa jadi wajib (untuk menjelaskan pada
umat akan bolehnya). Sehingga gugurlah pendapat sebagian orang yang
menyatakan disunnahkan minun air zam-zam sambil berdiri dalam rangka
ittiba’ (mencontoh) Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Dinukil dari I’anatuth Tholibin, 3: 417)
Amannya: Makan dan Minum Sambil Duduk
Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz
rahimahullah
diajukan pertanyaan, “Sebagian hadits nabawiyah menjelaskan larangan
makan dan minum sambil berdiri. Sebagian hadits lain memberikan keluasan
untuk makan dan minum sambil berdiri. Apakah ini berarti kita tidak
boleh makan dan minum sambil berdiri? Atau kita harus makan dan minum
sambil duduk? Hadits mana yang lebih baik untuk diikuti?”
Syaikh
rahimahullah menjawab:
Hadits-hadits yang membicarakan masalah ini
shahih dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu melarang minum sambil berdiri, dan makan semisal itu. Ada pula hadits dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan beliau minum sambil berdiri. Masalah ini ada kelonggaran dan hadits yang membicarakan itu semua
shahih,
walhamdulillah. Sedangkan larangan yang ada menunjukkan
makruh.
Jika seseorang butuh makan sambil berdiri atau minum dengan berdiri,
maka tidaklah masalah. Ada hadits shahih yang menunjukkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam
minum sambil duduk dan berdiri. Jadi sekali lagi jika butuh, maka
tidaklah masalah makan dan minum sambil berdiri. Namun jika dilakukan
sambil duduk, itu yang lebih utama.
Ada hadits yang menjelaskan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam minum air zam-zam sambil berdiri. Ada pula hadits dari ‘Ali
radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan duduk.
Intinya, masalah ini ada kelonggaran. Namun jika minum dan makan
sambil duduk, itu yang lebih baik. Jika minum sambil berdiri tidaklah
masalah, begitu pula makan sambil berdiri sah-sah saja. (Sumber fatwa:
http://www.binbaz.org.sa/mat/3415)
Kami dapat simpulkan bahwa minum sambil berdiri itu boleh. Hal ini
disamakan dengan makan sebagaimana keterangan dari Syaikh Ibnu Baz di
atas. Namun kita tetap minum atau makan dalam keadaan duduk dalam rangka
kehati-hatian mengingat dalil yang melarang keras minum sambil berdiri.
Alasan Medis tentang Larangan Minum Sambil Berdiri
Ternyata, di dalam tubuh manusia terdapat filter (jaringan penyaring)
yang bernama Sfringer, yakni suatu struktur berotot (maskuler) yang bisa
membuka dan menutup. Pada saat kita duduk, filter penyaring akan
terbuka, sebaliknya akan menutup kembali ketika kita berdiri. Jadi, pada
saat kita minum sambil berdiri, maka filter dalam kondisi tertutup
sehingga air tidak melalui penyaringan dan langsung masuk hingga ke
kantong kemih. Jika air yang tidak difilter tersebut masuk ke kandung
kemih, maka akan terjadi pengendapan di saluran ureter dan mengakibatkan
gangguan pada ginjal, misalnya penyakit cristal ginjal.
Jika kita
minum dalam kondisi duduk, maka posisi filter penyaring akan terbuka dan
akan memproses air yang masuk sebelum akhirnya disalurkan ke berbagai
organ lainnya dan diolah kembali hingga masuk ke kandung kemih.
Ibnul Qoyyim, seorang
ulama yang juga pakar kesehatan dalam islam menyebutkan akibat buruk
yang dapat kita alami apabila minum sambil berdiri, diantaranya tidak
bisa optimal dalam memberikan kesegaran pada tubuh, akibat air yang kita
minum lebih cepat turun ke organ tubuh bagian bawah. Padahal seharusnya
masuk dalam lambung dan dipompa oleh jantung untuk disalurkan ke seluruh organ tubuh.
Dr. Abdurrazzaq Al-Kailani berkata:
“Minum dan makan sambil duduk, lebih sehat, lebih selamat, dan lebih
sopan, karena apa yang diminum atau dimakan oleh seseorang akan berjalan
pada dinding usus dengan perlahan dan lembut. Adapun minum sambil
berdiri, maka ia akan menyebabkan jatuhnya cairan dengan keras ke dasar
usus, menabraknya dengan keras, jika hal ini terjadi berulang-ulang
dalam waktu lama, maka akan menyebabkan melar dan jatuhnya usus, yang
kemudian menyebabkan disfungsi pencernaan.”
Dr. Ibrahim Al-Rawi menyebutkan :
Pada saat manusia berdiri, maka dia berada dalam keadaan tegang. Organ
keseimbangan pada pusat syaraf seseorang tengah bekerja keras agar mampu
mempertahankan seluruh otot tubuhnya, sehingga seseorang bisa berdiri
dengan stabil dan sempurna. Sebaliknya ketika duduk, maka syaraf
seseorang berada dalam posisi tenang dan tidak tegang, sehingga sistem
pencernaan berada dalam kondisi siap menerima makanan atau minuman
dengan baik dan terkontrol.
Dr. Ibrahim Al-Rawi
juga menekankan bahwa makanan dan minuman yang dikonsumsi pada saat
berdiri, bisa berakibat pada refleksi saraf yang dilakukan oleh reaksi
syaraf kelana (saraf otak kesepuluh) yang banyak tersebar pada lapisan
endotel yang mengelilingi usus. Apabila refleksi ini terjadi secara
keras dan tiba-tiba, maka dapat menyebabkan disfungsinya saraf (Vagal
Inhibition) yang parah, untuk menghantarkan detak mematikan bagi
jantung, sehingga menyebabkan pingsan atau mati mendadak
jadi,yang lebih aman dan selamtnya adalh makan dan minum sambil duduk,akan tetapi jika dalam kondisi terpaksa dan tidak memungkin untuk duduk,maka diperbolehkan untuk makan dan minum sambil berdiri,.wallahu a'lam .
sumber:
https://rumaysho.com
http://ibu-zahraa.blogspot.co.id